Pesawat J-10 adalah jet tempur multiperan multiperan sayap delta yang dirancang dan diproduksi oleh Chengdu Aircraft Industry Corporation (CAC) Tiongkok. Pesawat ini dioperasikan oleh Angkatan Udara Tentara Pembebasan Rakyat (PLAAF) Tiongkok dan Angkatan Udara Pakistan (PAF), dan dikenal karena kemampuannya, termasuk kemampuan perang elektronik serta integrasi sistem tempur modern dengan persenjataan canggih seperti rudal udara-ke-udara PL-10 dan PL-15.
Indonesia Dilaporkan Beli 42 Jet Tempur Chengdu J-10C
dari China
Kita evaluasi, pesawat bagus, memenuhi kriteria,
harganya murah, ya kenapa tidak?
Red: Erik Purnama
Putra
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebagaimana dilaporkan oleh
Intelligence Online pada 26 Mei 2025, Indonesia sedang dalam proses meresmikan
rencana untuk memperoleh 42 pesawat tempur Chengdu J-10 Vigorous Dragon bekas dari China. Indonesia akan
mengakuisisi jet tempur yang merupakan inventaris Angkatan Udara Tentara
Pembebasan Rakyat (PLAAF).
Proposal tersebut mengindikasikan bahwa pilot TNI AU diharapkan akan
dikirim ke China untuk pelatihan pada platform J-10. Pesawat tempur J-10 akan
diambil langsung dari skuadron Angkatan Udara Tiongkok yang aktif, yang
memungkinkan pengiriman segera dan penundaan terbatas yang terkait dengan waktu
tunggu produksi.
Pengadaan
tersebut akan menjadi solusi tanggap cepat untuk armada Indonesia yang menua
dan dapat diumumkan secara resmi selama Indo Defence Expo & Forum 2024 di
JIEXpo pada 11-14 Juni 2025. J-10 dilaporkan akan dikeluarkan dari skuadron
operasional PLAAF, yang memungkinkan transfer yang dipercepat, dan kemungkinan
akan menjalani modifikasi yang diperlukan untuk memenuhi persyaratan kepatuhan
operasional dan ekspor Indonesia sebelum serah terima.
Kementerian Pertahanan Indonesia telah
melakukan berbagai upaya pengadaan pesawat tempur selama dekade terakhir setelah
penundaan dalam mengganti armada Northrop F-5E/F Tiger II yang sudah pensiun.
Pada 2015, pemerintah Indonesia berencana untuk memperoleh 16 pesawat tempur
Su-35 Flanker dari Rusia, tetapi hanya 11 yang dikontrak pada 2018, dengan
pengiriman yang tidak pernah terwujud.
Program itu
akhirnya dibatalkan pada 2021, karena risiko sanksi Amerika Serikat (AS)
berdasarkan Undang-Undang Melawan Musuh Amerika Melalui Sanksi (CAATSA),
sebagaimana dikonfirmasi oleh Kementerian Pertahanan (Kemenhan) RI pada 2023. Indonesia
kemudian beralih ke pemasok Barat, menandatangani kontrak dengan Dassault
Aviation pada 2022 untuk pengadaan 42 jet Rafale F4.
Bersamaan dengan itu, Indonesia
menandatangani nota kesepahaman dengan Boeing pada 2023 untuk rencana pembelian
24 jetF-15EX Eagle II, dengan Badan Kerja Sama Keamanan Pertahanan AS
memperkirakan nilai kesepakatan tersebut hingga 13,9 miliar dolar AS. F-15EX
akan ditetapkan sebagai F-15IDN dalam layanan Indonesia.
Akuisisi sementara yang direncanakan
sebelumnya atas 12 pesawat tempur Mirage 2000-5 dari Qatar kemudian dibatalkan.
Sejalan dengan program-program ini, Indonesia berpartisipasi dalam proyek
pesawat tempur KF-21 Boramae dari Korea Selatan dan menyatakan minatnya pada
pesawat tempur generasi kelima KAAN milik Turki.
Meskipun ada keterlibatan tersebut, jangka
waktu yang panjang dan biaya yang lebih tinggi terkait dengan perolehan
platform Barat yang baru, mendorong Jakarta untuk mengevaluasi alternatif
bekas. China pun akhirnya dipilih setelah jet tempur J-10 yang digunakan
Pakistan bisa mengungguli Rafale dan Sukhoi yang dioperasikan India.
Armyrecognition melaporkan, J-10 mendapat perhatian internasional
menyusul keberhasilan Pakistan menembak jatuh Rafale milik India pada Mei 2025.
Angkatan Udara Pakistan (PAF) mengeklaim, jet tempur J-10C-nya menembak jatuh
enam pesawat India, termasuk Rafale, Mirage 2000H, Sukhoi Su-30MKI, dan Mikoyan
MiG-29UPG, menggunakan rudal udara-ke-udara jarak jauh PL-15.
Sementara India belum mengonfirmasi
kerugian tersebut, sumber intelijen Prancis dilaporkan mengakui potensi
kerugian tempur setidaknya satu Rafale. Analis mengutip penggunaan platform
peringatan dini dan kontrol udara asal China dan Swedia yang dikoordinasikan
dengan J-10. Insiden itu adalah penggunaan tempur pertama yang dilaporkan dari
J-10, yang saat ini hanya dioperasikan oleh China dan Pakistan.
Catatan operasional itu sekarang
disorot oleh China dalam proposal ekspor J-10 lainnya, termasuk yang diajukan
ke Kolombia pada Mei 2025. Dalam kasus itu, China menawarkan 24 jet tempur
J-10CE, paket senjata, dan persyaratan pembiayaan meskipun Kolombia sebelumnya
telah memilih Gripen E/F Swedia.
Pemilihan J-10 oleh Indonesia
terjadi bersamaan dengan hubungan bilateral yang semakin erat dengan China.
Pada Januari 2025, Indonesia bergabung dengan kelompok BRICS dan telah menjalin
hubungan strategis yang lebih erat dengan Beijing. Prabowo Subianto mengunjungi
China sebagai presiden terpilih dan menjadikan negeri Tirai Bambu negara
pertama yang dikunjungi setelah menjadi presiden.
Selama kunjungan Perdana Menteri
China Li Qiang ke Jakarta pada Mei 2025, Prabowo menegaskan kembali niatnya
untuk membangun komunitas dua negara yang memiliki pengaruh regional dan
global. Perdagangan Indonesia dengan Tiongkok meningkat dari 52,45 miliar dolar
AS pada 2013 menjadi 135,17 miliar dolar AS pada 2024. Tiongkok menjadi mitra
dagang terbesar Indonesia.
Sementara itu, Wakil Menteri
Pertahanan (Wamenhan) Donny Ermawan Taufanto mengatakan, Indonesia tidak
menutup kemungkinan membeli pesawat tempur Chengdu J-10C dari China.
"Kalau memang kita evaluasi, pesawat ini bagus, ya memenuhi kriteria yang
kita tetapkan, apalagi harganya murah, ya kenapa tidak?" kata Donny saat
ditemui di kantor Kementerian Pertahanan (Kemenhan), Jakarta Pusat, Rabu
(4/6/2025).
Donny menjelaskan, pembelian J-10C
awalnya hanya rumor belaka. Semua berawal dari kunjungan Kepala Staf Angkatan
Udara (KSAU) Marsekal Mohamad Tonny Harjono ke pameran alutsista di China,
beberapa waktu lalu. Di sana, lanjut Donny, pihak China menawarkan pesawat
tempur tersebut ke TNI AU.
Setelah dievaluasi, khususnya harga
sangat terjangkau, Kemenhan pun mempertimbangkan untuk membelinya. Di pasaran,
harga satu unit jet tempur produksi Chengdu Aircraft Corporation tersebut hanya
sepertiga harga Rafale buatan Dassault Avaiaton.
"Kita termasuk ditawari pesawat
itu. Ya termasuk evaluasi kita juga lah untuk apakah bisa kita menggunakan jet
tersebut ya untuk alutsista kita," kata Donny. Menurut Donny, Indonesia
pada dasarnya tidak terikat dalam blok negara mana pun dan terlepas dari konflik
apa pun.
Molded in Trumpeter’s standard gray plastic, the J-10B has beautiful surface and rivet detail as well as nicely detailed wheel wells. Cockpit detail comes in the form of decals and looks good. The kit provides only one marking option, however, there are a lot of external stores to choose from.
Instructions are clear and easy to follow, as is the painting and decal guide. Other than the main colors on the aircraft and missiles, though, you will have to search references for colors of other areas on the model. Paint suggestions refer to several manufacturers.
Construction follows the traditional format, with work beginning on the cockpit. Trim the instrument decals closely and section them for better fit. As with other Trumpeter fighters I’ve built, construction moves along quickly and fit is very good. This kit is no exception. I did modify some of the building steps.
After installing the nose wheel bay and cockpit, I glued the fuselage together and inserted the intake trunk through the bottom opening where the wings attach. This ensured the intake precisely matched the separate intake lip.
Be careful when joining the wings to the fuselage, and be sure the wing meets its outline on the fuselage. I was only half careful and had to do some tricky sanding and scraping to eliminate a raised joint along the fuselage. Speaking of seams, there is one at the top of the canopy. The actual aircraft has a dark line there, from the rear edge of the canopy to just short of the front edge. I used a decal to simulate this feature.
Trumpeter has you install the landing gear later in the build, which is good. However, it requires some care to ensure correct alignment. Also, the tires are weighted, with keyed wheels and axles to keep the flat surfaces down. On my model, the wheel holes were too small for the axles — and when I expanded the diameter, the keys were eliminated. Not a big deal, but it complicates positioning the wheels flat on the ground. Other small parts had similar fit issues.
On the painting guide, note the upper surface color should be GSI Creos H61 (INJ Gray), not the H16 indicated. That color is green. The decals worked very well. Stencils abound on the aircraft as well as the missiles, so be prepared to devote some time to them. I spent about 25 hours on the kit, with a couple of those on the decals.
Overall, Trumpeter’s J-10B is an excellent kit. I would recommend it to modelers with a couple of builds behind them.
With its accurate dimensions and array of external stores, it makes an interesting companion to the other canard/delta configured fighters: Typhoon II, Rafale, and Gripen.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar